Legenda atau mitologi lahir dari sebuah kejadian yang di sertai dengan
pemikiran manusia, pemikiran tentang moral, ketuhanan atau tentang
perjalanan hidup. Legenda merupakan salah satu sarana mempartahankan
cerita yang berakar pada budaya dan hal-hal yang menjadi dasar lahirnya
sebuah kisah. Ronggeng atau biasa kita sebut penari ronggeng adalah
kesenia rakyat yaitu penari yang menghibur penduduk desa biasanya
ditampilkan malam hari.
Ronggeng dukuh paruk karya ahmad tohari (1982) merupakan trilogi
yang menceritakan kehidupan seorang penari ronggeng dengan mitos dan
segala kepercayaan yang lahir di tengah masyarakat jawa pada masa itu
yaitu sekitar thn 1953. Dukuh paruk, sebuah desa miskin yang di daerah
jawa barat yang sangat mengagungi kesenian ronggeng ini dengan segala
kepercayan magisnya. Menjaga tradisi leluhur adalah kewajiban meskipun
harus diberengi dengan pengrobanan. Seperti drupadi yang tidak pernah
menyangka akan menjadi istri dari panca pandawa, begitu juga yang
terjadi dengan srintil yang tidak pernah menyangka dirinya menjadi
titisan seorang ronggeng.
Menjadi penari ronggeng merupakan darma bakti seorang srintil bagi orang
tuanya, orang-orang disekitarnya dan juga bagi desanya “dukuh paruk”,
namun menjadi ronggeng tidaklah mudah yang tidak hanya menari di atas
pentas namun juga menjadi milik seluruh warga dukuh. Kondisi yang
meprihatinkan jika dilihat dari segi moral dan konflik batin seorang
anak manusia, srintil yang harus mengorbankan rasa cinta dan masa
depannya yaitu rasus pujaan hatinya yang harus merelakan hubugan mereka
dan mejauh dengan cara masing-masing, hingga akhirnya srintil sadar akan
kesalahannya dan membawanya kepada jalur yang semakin rumit.
Kepentingan dan kebutuhan hidup. Dua hal yang membuat semua
menjadi semakin rumit dalam sejarah kehidupan manusia selain keegoisan
manusia, jaman mulai berganti dan membawa dukuh paruk pada kemajuan dan
kesejahteraan fatamorgana yang hanya menjadi hasil dari kepentingan
sekelompok manusia egois yang memperdaya warga dukuh paruk. Namun
keberanian srintil layak dijadikan contoh bagaimana ia berani mengusik
kembali sejarah kelam Indonesia khusunya desa dukuh paruk dimana
kemiskinan, ketidaktahuan, dan keinginan untuk hidup menjadi ladang
pembodohan masal yang berujung pada kekerasan yang tragis dan
mengenaskan.
Tidak ada kata cinta dan kata sayang yang jelas terdengar dalam
sepanjang skenario kisah ini, menikmati sebuah mitologi dan legenda
dipaparkan. Namun pada akhrinya semua kisah perjuangan srintil adalah
berujung pada satu pengungkapan nyata tentang kata “cinta”, ini adalah
sebuah kisah cinta seorang anak manusia. Ternyata “cinta itu lebih
dalam dan berarti jika diungkapkan dengan sikap yang tulus dan
pengorbanan tanpa ucapan”.
(inspired of “Sang penari” a film by shanty Harmayn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar