Apabila pemerintah Amerika menghentikan paket stimulus dalam beberapa bulan ke depan, ekonomi Amerika akan mengalami double dip recession, kata Profesor Iwan J. Azis, menjawab pertanyaan VOA tentang dampak krisis ekonomi Amerika terhadap ekonomi regional Asia, termasuk Indonesia.
Namun, dosen dan direktur Studi Pasca Sarjana pada Universitas Cornell ini mengatakan, kelesuan ekonomi di Amerika ini justru meningkatkan cadangan devisa Indonesia berkat hot money milik investor yang dialirkan ke pasar bursa Asia, termasuk pasar bursa Indonesia.
“Itulah yang menjelaskan mengapa cadangan devisa di negara-negara lain, mulai naik, termasuk Indonesia. Sayangnya, kenaikan cadangan devisa ini lebih banyak datang dari uang yang digolongkan sebagai uang panas (hot money). Artinya uang itu datang ke Indonesia hari Senin tetapi kemudian pergi (dari Indonesia) hari Rabu. Ini bisa menimbulkan ketidakstabilan,” kata Profesor Iwan Azis.
Bank Indonesia, seperti dikutip situs International Business Times, memperkirakan cadangan devisa Indonesia pada akhir tahun 2010 akan naik jadi 81,3 miliar dolar Amerika.
Perubahan Pola Perdagangan
Profesor Iwan mengatakan, krisis ekonomi Amerika juga mengubah pola perdagangan barang setengah jadi dan barang jadi di Asia, termasuk Indonesia. Selama ini, Amerika merupakan pasar tradisional bagi barang jadi Indonesia. “Pemerintah Indonesia sebaiknya mencari pasar baru untuk barang jadi Indonesia. Pendapatan ekspor lebih menjamin stabilitas daripada investasi hot money di pasar bursa,” kata Profesor Iwan.
Di tingkat regional, ASEAN mengekspor bahan baku dan barang setengah jadi ke Tiongkok, yang dikenal sebagai pabrik dunia. Barang jadi itu kemudian di jual ke Amerika dan Eropa. Kini, Tiongkok berusaha keras untuk mencari pasar-pasar yang baru.
Tak Ubah Persepsi
Profesor Iwan mengatakan, krisis ekonomi Amerika tidak mengubah persepsi masyarakat internasional akan status Amerika sebagai negara adikuasa karena ukuran ekonomi negeri ini masih yang terbesar di dunia.
“Ada keyakinan bahwa pemerintah Amerika tak akan ngemplang utang orang dalam investasi portfolio. Orang tak pernah berpikir bahwa pemerintah Amerika akan melakukan sesuatu seperti yang dilakukan pemerintah Argentina tahun 2002, ” kata Profesor Iwan.
Agar mendapatkan pemahaman yang lebih luas, berikut ini wawancara dengan Profesor Iwan J. Azis.
Departemen Perdagangan Amerika baru saja mengumumkan ekonomi Amerika tumbuh melambat 2,4 persen di kuartal kedua. Alasan perlambatannya tidak dijelaskan secara rinci di media massa. Pak Aziz bisa menjelaskannya?
Ada dua faktor. Pertama adalah berakhirnya paket stimulus. Kita bisa membayangkan, ekonomi yang digelontori triliunan dolar --- seperti yang terjadi di Amerika sejak lebih dari setahun yang lalu --- akan tumbuh tinggi. Tetapi, begitu stimulus triliunan dolar itu diambil (dihentikan), pertumbuhan ekonomi akan melambat. Itu jawaban pertama.
Jawaban kedua dari sudut investor. Sekarang (ini) stock dan inventory mereka mulai penuh sehingga mereka tak perlu menambah stok. Akibatnya, permintaan dari mereka pun, menurun. (Hal) itu menjelaskan mengapa terjadi penurunan/perlambatan (pada ekonomi Amerika).
Bagaimana Pak Iwan menjelaskan, impor meningkat di pasar Amerika yang lesu?
Impor itu intinya ada dua kategori yaitu impor barang konsumsi dan impor barang modal atau intermediate goods. Kalau barang konsumsi itu, memang, sudah beberapa dasawarsa di Amerika. Gejala itu disebut low domestic elasticity artinya kontribusi produk dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik, sangat kecil.
Kalau ada permintaan yang naik di Amerika, bisa saja permintaan itu permintaan konsumen, bisa juga permintaan investor, selalu dipenuhi oleh pasokan dari luar negeri. Ambil contoh: konsumsi, misalnya permintaan konsumsi naik. Barang konsumsi yang dibeli konsumen banyak yang import. Faktornya antara lain adalah harga. Contoh banyak barang konsumsi datang dari Asia, khususnya dari Tiongkok karena harganya lebih murah.
Barang modal pun demikian juga. Jadi, intermediate goods yang diminta atau dipakai oleh industri-industri Amerika masih cukup banyak yang diimpor sehingga itu yang menjelaskan mengapa setiap kali ada sedikit saja permintaan dari dalam negeri di Amerika, diisi oleh impor.
Apa yang akan terjadi bila tak ada stimulus dalam 12 bulan ke depan?
Double dip recession (krisis baru terjadi menyusul pertumbuhan ekonomi yang dipicu paket stimulus). Meskipun pertumbuhan ini tidak melambat, saya menduga angka pengangguran akan tetap tinggi paling tidak antara 7 hingga 8 tahun ke depan. Nah sekarang, dengan melambatnya ekonomi, pengangguran itu akan berlangsung lebih lama lagi, mungkin satu dasawarsa lagi, barulah angka pengangguran itu menurun lagi. Yang paling berat (dalam krisis ini) adalah lapangan pekerjaan.
Kalau sudah menyangkutunemployment, itu menjadi barang baru lagi karena itu akan mempengaruhi confidence dari pasar, confidence konsumen mau pun investor. Dan kalau kita gabung stimulus package yang dikurangi dan confidence pasar yang menurun, itu akan membuat double digit recession.
Kalau Amerika seperti ini, konfigurasi supply and demand berubah. Apa yang dilakukan negara lain?
Kalau dari sudut pasar, untuk menjual barang-barang ekspor mereka (negara-negara lain), memang Amerika tak bisa diandalkan lagi. Negara-negara Asia, khususnya Tiongkok, harus berpikir keras untuk mencari pasar baru karena selama ini, pasar tradisional mereka adalah Amerika dan Eropa. Apalagi untuk 10 atau 20 tahun ke depan, kedua pasar itu tak bisa diandalkan lagi.
Tetapi, kalau dari sudut kepercayaan terhadap mata uang Amerika, selama ini masih cukup besar dan itu yang menjelaskan mengapa nilai dolar itu tidak ambruk. Memang terjadi depresiasi tetapi tidak ambruk. Padahal di seluruh dunia, kalau krisis seperti yang terjadi di Amerika, nilai tukar pasti ambruk.
Faktor non-ekonomi apa yang membuat dunia internasional masih menaruh kepercayaan kepada Amerika meski dolar mengalami depresiasi dan ekonominya mengalami krisis?
Suka atau tak suka, Amerika adalah negara adidaya. Jadi, Amerika masih (merupakan) ekonomi terbesar di dunia dan juga ada keyakinan bahwa American government will never default (ngemplang utang orang). Ini saya pikir cukup merata ini. Tak ada negara yang membayangkan, pemerintah Amerika akan mendefault utang-utang mereka. Jadi kalau Anda menaruh uang di Amerika, misalnya Anda membeli bonds atau obligasi dari pemerintah Amerika, Anda pasti yakin bahwa itu akan terbayar. Karena Anda tak pernah akan berpikir bahwa pemerintah Amerika akan melakukan sesuatu seperti yang dilakukan pemerintah Argentina tahun 2002 itu. Ada keyakinan seperti itu bahwa pemerintah tidak akan men- default their debts.
Apakah tingginya niat investor asing membeli obligasi pemerintah Amerika juga ikut mempengaruhi kepercayaan investor asing menanam modal di sektor riil di sini?
Agak sulit. Mengapa? Karena investor itu pada dasarnya ingin mencari keuntungan dan keuntungan itu berasal dari hasil penjualan produknya. Investasi tak akan terjadi, kalau domestic market di Amerika masih ditandai oleh pengangguran tinggi dan daya beli masyarakat masih relative rendah. Apalagi ada gejala menarik yakni konsumen Amerika sekarang ini melakukan hal yang seharusnya mereka lakukan waktu ekonomi booming tetapi justru dilakukan sekarang yaitu saving. They are doing thing at the wrong time. Seharusnya sekarang ini orang Amerika harus membelanjakan uang karena 70 persen dari ekonomi Amerika berasal dari konsumsi. Secara konsep, melakukan investasi memang hal (yang) baik yang seharusnya terjadi. Yang saya khawatir adalah lebih banyak investasi bukan dalam bentuk FDI (foreign direct investment) tetapi dalam bentuk portfolio, yakni membeli obligasi pemerintah Amerika.
Ketika ekonomi Amerika seperti ini, apa yang dilakukan pengusaha dan pemerintah Indonesia?
Indonesia harus berpikir keras untuk mencari alternative traditional market karena selama ini suka atau tak suka pola perdagangan di Asia termasuk Indonesia ada dua. Pertama, untuk barang setengah jadi atau intermediate goods, pola perdagangannya yang terbesar adalah antara Asia sendiri. Misalnya ASEAN mengekspor bahan baku dan intermediate goods ke Tiongkok kemudian diproses menjadi barang jadi. Kemudian, barang jadi itu dijual ke Eropa dan Amerika. Kedua, untuk barang jadi, pasar tradisional Indonesia adalah Amerika dan Eropa. Jadi, implikasi dari apa yang terjadi di Amerika dan Eropa sekarang yaitu resesi dan melemahnya perekonomian mereka itu adalah negara Asia mencari pasar baru dan pasar baru itu tidak lain dan tidak bukan adalah mereka sendiri. Itulah sebabnya intra regional trade di Asia harus naik untuk dua jenis barang ini yakni intermediate goods dan final goods.
Yang kedua adalah jalur finance: akibat dari apa yang terjadi di Amerika dan Eropa, pemilik modal mencari destinasi yang lebih aman dan menjanjikan return yang lebih tinggi. Jawabannya adalah emerging market termasuk Asia. Itulah yang menjelaskan mengapa cadangan devisa di negara-negara lain, mulai naik, termasuk Indonesia. Nah sayangnya, kenaikan cadangan devisa itu, lebih banyak karena uang-uang yang saya katakan tadi sebagai hot money. Artinya uang itu datang (ke Indonesia) hari Senin lalu pergi (dari Indonesia) hari Rabu. Ini bisa terjadi ketidakstabilan. Jadi, seharusnya yang ideal adalah kenaikan devisa karena ekpsor. Tetapi karena perkembangan di Eropa, sekarang ini banyak sekali hot money masuk ke asia.
Reformasi Wall Street. Seberapa cepat pengaruhnya dirasakan?
Pengaruhnya jangka panjang. Karena sebetulnya itu semacam mengoreksi diri karena selama ini terlalu bebas terutama untuk investment bank termasuk hedge funds. Sangat bebas pergerakan mereka sehingga mereka melakukan hal-hal yang spekulatif dan itulah salah satu penyebab dari krisis yang terjadi di Amerika.
Financial regulation yang dikeluarkan pemerintahan Presiden Obama ini merupakan upaya untuk mencegah terjadinya lagi peristiwa seperti dua tahun yang lalu itu.. Dari sudut itu, reformasi itu ada benarnya. Namun, bila dilihat dari sudut recovery, pengaruhnya belum terasa karena hasilnya baru terlihat dalam jangka panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar